Minggu, 16 September 2012

Pengertian Isro' Mi'roj


1.1.Pengertian Isra’ Mi’raj dan hikmahnya
a.      Pengertian Isra’ Mi’raj
Menurut Bahasa Isra’ adalah “ berjalan di waktu malam “, sedangkan menurut istilah yaitu perjalanan Nabi Muhammad SAW di waktu malam dari Masjidil Haram mekah  hingga Masjidil Aqsa palestina, bertepatan dengan malam 27 Rajab satu tahun sebelum hijrahnya nabi. ( banyak pendapat ulama ). Allah SWT berfirman:
  
Artinya : Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS.Al-Israa: 1)
Mi’raj menurut bahasa adalah “alat untuk naik (tangga), sedangkan secara istilah mi’raj yaitu Nabi Muhammad SAW dinaikkan dari masjidil aqsha ke langit sampai ke Sidratul Muntaha (Sidratul Muntaha berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara. Sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan). Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Allah SWT berfirman :

Artinya : dan Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. (yaitu) di Sidratil Muntaha ( QS.An-Najm: 13-14 )
Peristiwa mi’raj juga terjadi pada malam 27 Rajab, jadi mi’raj adalah sebagai kelanjutan isra’ yang dikerjakan oleh Rasulullah dalam waktu satu malam.
Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW ini, terjadi pada tahun ke-12 dari kerasulannya atau satu tahun sebelum Nabi Hijrah, tepatnya tahun 622 Masehi. Peristiwa tersebut merupakan bagian paling rumit, unik dan sangat sulit otak manusia menerimanya, Lebih pada saat itu, Taraf pemikiran manusia pada saat itu masih sangat sederhana. Pemikiran mereka baru sampai pada masalah-masalah sederhana, dangkal dan bersifat spekulatif.  Tanggapan masyarakat tentang peristiwa Isra’ Mi’raj beraneka macam. Terdapat tiga kelompok kelompok dalam peristiwa ini, yaitu :
·         Kelompok yang membenarkan sepenuhnya peristiwa itu. (sahabat-sahabat yang memang mendapat petunjuk Allah. Prasangka baik dari hati mereka lebih kuat dan menonjol daripada kekuatan piker yang cenderung untuk ragu-ragu.
·         Kelompok yang ragu-ragu terhadap peristiwa itu. (kelompok sahabat maupun sejumlah pengikut Islam yang dikategorikan setengah berisi. Sikap ragu mereka sebagian melahirkan sikap murtad)
·         Kelompok yang terang-terangan menolak peristiwa itu. (kelompok masyarakat yang pada dasarnya sudah tidak percaya pada ajaran Islam)
Az-Zahri dan Urwah telah meriwayatkan, bahwa pada pagi hari  setelah Rasululloh SAW di Isra’ Mi’rajkan, ketika peristiwa itu diceritakan kepada orang-orang Quraisy, mereka banyak yang tidak mempercayainya, bahkan mereka mengadakan reaksi membuat fitnah yang keras. Dalam hal ini, mereka pergi menuju Abu Bakar As-sidik untuk memberitahu tentang apa yang dikisahkan oleh Muhammad dengan berkata : “Wahai Abu Bakar, teman anda Muhammad sudah gila, ia mengaku-aku telah pergi ke Bitul Muqaddas kemudian naik kelangit sampai ke Sidratul Muntaha dan kembali lagi sebelum waktu pagi, adakah anda mempercayainya?” Abu Bakar menjawab : “Kalau memang Muhammad berkata begitu, maka aku mempercayainya”. “Engkau percaya dengan dia?, tanya mereka. Abu Bakar dengan tegas menjawab : “Ya aku percaya, dan itu pasti benar”. Maka dari peristiwa inilah Abu Bakar disebut dengan sebutan “Ash Shiddiq”.
Kalau kita teliti dari kacamata agama, peristiwa isra’ mi’raj ini termasuk salah satu mu’jizat Nabi Muhammad SAW yang luar biasa. Tidak ada manusia yang dapat melaksanakan kecuali Nabi SAW.
Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga dan terhormat, karena ketika itu shalat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha. Walaupun begitu, peristiwa ini juga dikatakan memuat berbagai macam hal yang membuat Rasululloh SAW bersedih.
b.      Latar belakang terjadinya Isra’ Mi’raj
Ketika peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi, agama Islam sudah berumur 11 tahun lebih dan pengikutnya sudah ratusan jumlahnya. Menurut sejarah Islam, Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW terjadi pada tahun ke 12 dari kerasulannya. Dalam sejarah Nabi disebutkan bahwa selama 12 tahun dari kerasulan adalah merupakan detik-detik berbahaya. Istri Nabi, Siti Khadijah binti Khuwailid sebagai pendamping dalam perjuangan dan Abu Thalib paman Nabi sebagai tulang punggungnya secara beruntung dipanggil kehadirat Allah SWT.
Keadaan yang mencekam beliau ini cukup membuat kemelut dalam perjuangan dan mengganggu kestabilan. Peristiwa ini benar-benar membuat kondisi Nabi menjadi kritis. Kritis dalam perbuatan karena bendaharawan juang telah tiada, kritis dalam berperang karena pelindung telah berpulang, kritis psikologis karena kematian pamannya belum membawa iman yang diharapkan.
Dari fakta sejarah ini para ulama berpendapat bahwa peristiwa kematian istri dan paman Nabi merupakan latar belakang dan kausalitas pada proses terjadinya Isra’ Mi’raj.  
            c.       Riwayat Isra’ Mi’raj
-          Riwayat Isra’
Menurut banyak keterangan, diriwayatkan bahwa perjalanan Isra’ dimulai ketika suatu malam Nabi sedang tidur di Hijr (dekat ka’bah). Malaikat jibril membangunkan Nabi sampai tiga kali, ketika Nabi terbangun dari tidurnya melihat ada seekor hewan yang putih antara bagal dan himar, pada kedua pahanya ada dua buah sayap yang menambah cepat jalan kedua kakinya.

Perjalanan Isra’ Nabi Muhammad SAW dimulai dengan pesucian hati. Disebutkan sebelum dibawa Malaikat Jibril, Nabi dibaringkan lalu dibelah dadanya dan dibersihkan hatinya dengan air zam zam. Apakah hati Rosululloh kotor? Pernahkah Rosululloh berbuat dosa? Apakah Rosululloh punya penyakit dendam, iri, dengki atau berbagai penyakit hati lainnya? Dapat kita fahami dan kita ambil pengertian bahwa dicuci hati Nabi bukan dari kotoran dosa atau ma’siat. Yang dimaksud dicuci disini adalah dikikis habis dari sifat-sifat yang tercela yang ada pada hati manusia biasa. Karena sifat-sifat itu adalah penghalang dalam menghadapi masa-masa perjuangan seorang pemimpin apalagi seorang Rasul.

Rosululloh adalah sosok “Uswah”, pribadi yang hadir di tengah-tengah umat tidak saja sebagai mubaligh (penyampai) melainkan sosok pribadi unggulan yang harus menjadi percontohan bagi yang mengaku pengikutnya. “Laqod kaana lakum fii  Rosulillahi uswatun hasanah”. Memang betul, sebelum  melakukan perjalanan haruslah membersihkan hati. Sungguh, kita semua sedang dalam perjalanan. Perjalanan “suci” yang seharusnya dibangun dalam suasana “kefitrahan”. Berjalan dariNya dan menuju kepadaNya. Dalam perjalanan ini diperlukan lentera, cahaya atau petunjuk agar selamat menempuhnya. Dan hati yang intinya sebagai “nurani” itulah lentera perjalanan hidup.

Cahaya ini berpusat pada hati seseorang yang ternyata juga dilengkapi oleh gesekan-gesekan “karat” kehidupan (fa alhamaha fujuuroha). Semakin kuat gesekan karat, semakin jauh pula dari warna yang sesungguhnya (taqawaaha). Dan oleh karenanya, disetiap saat dan kesempatan diperlukan pembersihan, diperlukan air zamzam untuk membasuh kotoran-kotoran hati yang melekat. Hanya dengan itu, hati akan bersinar tajam menerangi kegelapan hidup. Dan sungguh hati inilah yang kemudian menjadi “penentu” baik atau tidaknya seseorang pemilik hati.

ألا إن في الجسد مضغة، إذا صلحت صلحت سير عمله، وإذا فسدت فسدت سير عمله.
Disebutkan bahwa hati manusia awalnya putih bersih. Ia ibarat kertas putih dengan tiada noda sedikitpun. Namun karena manusia, setiap kali melakukan dosa-dosa setiap kali pula terjatuh
Noda hitam pada hati, yang pada akhirnya menjadikannya hitam pekat. Kalaulah saja, manusia yang hatinya hitam pekat tersebut tidak sadar dan bahkan menambah dosa dan noda, maka akhirnya Allah akan membalik hati tersebut. Hati yang terbalik inilah yang kemudian hanya bisa disadarkan oleh api neraka. Dalam Al Qur'an, Allah berfirman: 
  
Artinya: Sungguh beruntung siapa yang mensucikannya, dan sungguh merugi  siapa yang mengotorinya".(QS.Asy Syams. 9-10)
Maka sungguh perjalanan ini hanya akan bisa menuju "ilahi" dengan senantiasa membersihkan jiwa dan hati kita, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah sebelum perjalanan sucinya tersebut.
Perjalanan Isra’ Nabi Muhammad SAW dimulai dengan sholat sebagai rasa syukur di masjidil haram, dilanjutkan ke Thaibah (yatsrib/Madinah, daerah kemudian Nabi hijrah), Madyan (pohon Nabi Musa), Gunung tursina ( tempat Nabi Musa menerima wahyu langsung dari Allah) dan Baitullaham (betlehem/tempat kelahiran Nabi Isa AS). Pada setiap tempat itu Nabi SAW melaksanakan sholat sunnah dua rakaat. Pada perjalanan ini, Nabi juga diperlihatkan gambaran-gambaran tentang umatnya pada masa yang akan datang, kemudian perjalanan diakhiri dengan melaksanakan sholat di Baitul Muqoddas (masjidil Aqsho).
           Riwayat Mi’raj
Perjalanan Isra’ Nabi SAW diakhiri dengan sholat berjama’ah dengan ruh para Nabi (kecuali Isa bin Maryam AS) di Baitulmuqoddas (Masjidil Aqsha). Setelah sholat berjama’ah dilanjutkan dengan pidato sambutan dari para Nabi secara bergantian dan Nabi Muhammad SAW mendapatkan giliran terakhir. Setelah Nabi selesai mengungkapkan syukur kepada Allah, datanglah bidadari dengan membawa baki berisi dua gelas minuman. Segelas berisi susu dan segelas lagi berisi arak. Nabi memilih susu, kemudian Nabi meminumnya. Ketika itu Malaikat Jibril berkata :”tepat sekali pilihanmu ya Muhammad, minuman itu cocok sekali bagi fitrah manusia, sejak ia lahir minum susu ibu, murni, asli dan bergizi. Seandainya engkau memilih arak maka umatmu banyak yang mendurhakaimu dan sedikit sekali yang mengikutimu”.

Setelah Nabi-nabi mengucapkan pidato sambutan, kemudian mereka meninggalkan Masjidil Aqsha. Nabi Muhammad bersama Jibril dan Mikail keluar meninggalkan masjid, di halaman masjid ada sebuah batu besar, diatas batu itulah diletakkan sebuah alat semisal tangga untuk naik ke langit. Tangga itu mempunyai anak tangga sepuluh buah. Ujung bawah tangga itu terletak diatas batu shakhroh atau batu besar. Ketika diinjak anak tangga yang pertama maka akan langsung mencapai langit pertama begitu seterusnya.

Dengan mengucap basmallah Nabi menaiki tangga itu bersama jibril maka dengan seketika itu telah berada dilangit pertama dimuka pintu gerbang langit pertama “Babul Hafzhah”, disitu berdiri malaikat pengawal langit pertama yang bernama Ismail yang mempunyai anak buah 70.000 Malaikat dan tiap-tiap Malaikat memiliki 70.000 Malaikat. Dilangit pertama Nabi berjumpa dengan dengan Nabi Idris AS, langit kedua dengan Nabi Isa AS dan Nabi Yahya AS,  langit ketiga dengan Nabi Yusuf AS, langit keempat dengan Nabi Idris AS, langit kelima dengan Nabi Harun AS, langit ke enam dengan Nabi Musa AS dan langit ketujuh dengan Nabi Ibrahim AS.

Kemudian dari langit ke tujuh Nabi di ajak ke Sidratul Muntaha.karena sampai batas inilah segala amal anak Adam di peroleh malaikat dari bumi. Di Sidratul muntaha ada surga dan Nabi melihat keadaan itu benar-benar terpesona,sungguh berbahagia sekali Nabi Muhammad dengan Isro’ dan Mi’rojnya Beliau diberi kesempatan keadaan surga dari dekat agar dapat di ceritakan kepada Umatnya sehingga mereka tambah beriman dan tambah keyakinannya.Kemudian Nabi di ajak melihat keadaan neraka, menurut Nabi neraka adalah tempat penyiksaan. Di dalamnya ada gunung-gunung, ada sungai dan telaga dan jurang-jurang. Air sungai neraka selalu panas dan mendidih, airnya ada dari cairan timah panas, cairan tembaga merah membara, air nanah yang sangat busuk dan bau anyir  darah.
Kemudian Nabi menuju Sidratul Muntaha. Sidratul Muntaha adalah pohon bidara yang tidak berduri. Sebuah pohon raksasa yang tumbuh di langit ketujuh. Hanya Alloh yang mengetahui besarnya pohon itu.
Disinilah terjadi dialog antara Nabi dengan Alloh, diantara dialognya adalah tentang sholat lima waktu yang beliau tawar sampai sembilan kali mulai dari 50 rokaat menjadi 5 rokaat.
Perjalanan singkat yang penuh hikmah tersebut segera berakhir, dan dengan segera pula beliau kembali menuju alam kekiniannya. Rasulullah sungguh sadar bahwa betapapun ni'matnya berhadapan langsung dengan Yang Maha Kuasa di suatu tempat yang agung nan suci, betapa ni'mat menyaksikan dan mengelilingi surga, tapi kenyataannya beliau memiliki tanggung jawab duniawi. Untuk itu, semua kesenangan dan keni'matan yang dirasakan malam itu, harus ditinggalkan untuk kembali ke dunia beliau melanjutkan amanah perjuangan yang masih harus diembannya.
Inilah sikap seorang Muslim. Kita dituntut untuk turun ke bumi ini dengan membawa bekal shalat yang kokoh. Shalat berintikan "dzikir", dan karenanya dengan bekal dzikir inilah kita melanjutkan ayunan langkah kaki menelusuri lorong-lorong kehidupan menuju kepada ridhaNya. "Wadzkurullaha katsiira" (dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak), pesan Allah kepada kita di saat kita bertebaran mencari "fadhalNya" dipermukaan bumi ini.
Persis seperti Rasulullah SAW membawa bekal shalat 5 waktu berjalan kembali menuju bumi setelah melakukan serangkaian perjalanan suci ke atas (Mi'raj). 
Demikianlah akhir kisah perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, pada malam itu. Bagi mereka yang hatinya berisi cahaya “iman” seperti Abu Bakar, Sayidina Ali dan sahabat Nabi yang lain mereka membenarkan Nabi dan menambah iman serta keyakinan mereka. Akan tetapi bagi mereka yang hatinya tertutup oleh kegelapan dan kekufuran, mereka lalu ingkar dan bertambah kekufuran mereka.
d                         Hikmah Isra’ Mi’raj
                  Setelah kita pahami kisah Isra’ Mi’raj, ada beberapa hikmah yang sangat penting, yaitu bahwa               di dalam perjuangan menghadapi kebahagiaan dan kesejahteraan hidup dunia dan akhirat :
1.      Menguatkan iman yang ada dalam dada kita, sehingga tidak mudah terpengaruh atau terpancing oleh keadaan dan lingkungan yang tidak menguntungkan.
2.      Nabi Muhammad SAW untuk menerima perintah sholat, Nabi dipanggil sendiri ke hadirat Allah SWT. Tidak seperti perintah-perintah yang lainnya yang cukup dengan perantara wahyu yang dibawa oleh Malaikat Jibril. Ini menunjukkan bahwa perintah wajib sholat itu sangat penting. Sholat adalah satu rangka pokok iman.
3.      Motivasi untuk memiliki akhlak mulia. Sebab budi pekerti yang baik dapat dipakai sebagai ukuran tinggi rendahnya derajat manusia disisi Allah.
4.      Membangun pribadi kita dengan mengerjakan sholat lima waktu dengan khusu’, ikhlas dan tekun hanya karena Allah semata. Inilah sikap seorang muslim. Kita dituntut untuk turun ke bumi ini dengan membaka bekal sholat yang kokoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar